Kenapa ada anak yang pintar namun kurang memiliki empati?

Kenapa ada anak yang baik hati namun suka membual?

Kenapa ada anak yang suka berlambat-lambat?

 

Itu adalah bagian dari kodrat anak sebagai manusia. Anak bukan malaikat yang suci. Anak terlahir tidak 100% baik atau 100% buruk. Ia memiliki potensi untuk menjadi baik dan buruk. Jika tidak berusaha untuk menjadi baik maka sifat-sifat buruk akan menguat dan sikap baiknya akan menghilang.

 

Anak belum memiliki kemampuan untuk mendorong diri sendiri pada kebaikan secara konsisten. Kehendaknya masih lemah sehingga dalam memutuskan sesuatu ia berpatokan pada suka dan tidak suka dibanding dengan pertimbangan benar atau salah. Jadi jangan heran jika anak kita sudah menemukan suatu kesenangan maka ia akan enggan untuk berpindah fokus dari kesenangan itu.

 

Sistem pendidikan kita selama ini mengutamakan nilai-nilai akademik. Namun, karakter anak tidak bisa diluhurkan berdasar pendidikan akademik semata. Tak jarang kita menemui sorang anak yang cerdas namun culas.

 

Kodrat anak itu ibarat kuda liar sehingga kita harus belajar untuk mengendalikannya. Jika anak kita berkarakter lemah, maka ia akan diperbudak oleh kodratnya (hasrat, afeksi, naluri), kondisi fisik (susunan tubuh & otak), warisan keluarga atau faktor hereditas, dan pengaruh lingkungan (tradisi atau tren).

 

Anak terlahir dengan membawa DNA orangtuanya. Termasuk juga mengalir di dalamnya berupa karakter atau sifat-sifat bawaan yang berpotensi menjadi sifat baik ataupun buruk. Misalnya saja seperti saya yang memiliki sifat ingin segalanya cepat dilakukan dan kejelasan dalam detail. Saat saya membiarkan sifat ini, walaupun dalam beberapa kasus saya memperoleh kesempatan dalam suatu kegiatan, namun beberapa kali saya kehilangan suatu kesempatan karena sifat saya yang kurang sabar. Akhirnya kini saya mencoba untuk berdamai dan lebih sabar. Ambil jeda saat akan mengambil keputusan penting. Jangan grusa-grusu. Dengan demikian keputusan yang saya ambil adalah sesuatu yang sepenuhnya didasari oleh logika, bukan hanya perasaan. Hal ini dapat meminimalisir rasa penyesalan dan kekeliruan jika mengambil keputusan yang salah.

 

Saat saya bekerja dulu, saya kerap berpapasan dengan seorang bapak tua dan tunanetra berjalan berkilo-kilometer untuk menawarkan jasa pijat tuna netranya. Itu terjadi bukan hanya sekali dua kali, namun hampir setiap hari sehingga dapat saya simpulkan bahwa beliau memang memilih profesi pijat tuna netra dengan segala tantangan yang harus ia hadapi. Tak hanya keterbatasan fisiknya saja, namun saat itu ada keterbatasan transportasi karena beliau hidup di desa pelosok yang hampir tak tersentuh transportasi umum. Bayangkan jika bapak tersebut berkarakter lemah. Bukan tak mungkin ia hanya akan diam tanpa melakukan hal yang berarti.

 

Pernah mendengar berita tentang seorang anak SD yang diajak berkolaborasi melakukan adegan asusila di sebuah media sosial? Adanya dunia maya dan teknologi yang tidak digunakan dengan bijak akan menjadi racun untuk anak-anak yang belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tren yang muncul tak semuanya baik, bahkan sayangnya lebih banyak tren yang merusak moralitas anak-anak kita. Jika anak kita sudah dibentengi dengan kekuatan karakter, maka tak akan terjadi seorang anak dibawah umur menggunakan media sosial, apalagi tanpa pengawasan. Seorang anak harus diajarkan bagaimana melindungi dirinya dari ancaman-ancaman seperti itu. Jejak digital tak akan terhapuskan. Tentu kita tak ingin anak kita menuai penyesalan dari ke-alpa-an kita saat mendampinginya.

 

Anak yang memiliki karakter kuat tentu melewati peatihan yang tak sebentar. Perlu latihan dan konsistenuntuk membentuk kebiasaan-kebiasaan baik. HABIT IS TEN NATURES.

 

Kebiasaan memiliki dampak 10 kali lebih banyak dibanding siaft bawaan. Anak memerlukan habit training untuk membentuk kebiasaan baik dan ini tidak tergantung pada kodrat, atau bahkan jika perlu harus melawan kodrat.

 

Otak manusia diatur oleh hukum kebiasaan tindakan yang pada awalnya sulit. Namun jika dikerjakan secara rutin maka akan menjadi mudah dan otomatis. Contohnya saja saat saya mulai bekerja, memiliki tanggung jawab kepada orang lain. Peran saya tak hanya sebagai seorang pekerja, namun sebagai istri dan juga ibu. Saya harus menyinergikan dan mencari celah agar semua kewajiban dapat terpenuhi. Awalnya saya merasa kesulitan untuk bangun awal menyelesaikan kewajiban pekerjaan, namun seiring berjalannya waktu tubuh saya sudah secara otomatis bangun dan melakukan pekerjaan tersebut.

 

Kesuksesan habit training dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:

1. Tujuan jelas

2. Cara yang tepat bagi anak kita, sehingga kita harus belajar fisiologi dan psikologi anak. Kenapa? Untuk dapat meramu metode yang tepat agar efektif untuk melatih anak kita.

3. Konsisten.

 

Tugas kita, seorang pendidik adalah menyusun rel kebiasaan baik satu demi satu agar gerbong kehidupan anak dapat berjalan dengan lancer hingga sampai di stasiun cita-cita.

 

 

Salam

sapamama

4 Komentar

  1. Materi posting ini sangat bagus.
    Namun cara tiap orang tua dalam mendidik anak bisa berbeda. Seringkali dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman, dan wawasan orang tua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sepakat dengan itu kak. Kebetulan materi ini saya perileh dari kelas salah satu metofe homeschooling. Dan menjadiborangtua homeschooler di Indonesia alhamdulillah diberi kemudahan, tidak ada syarat pendidikan dasar orangtua, jadi siapapun bisa menjadi guru terbaik bagi anak-anaknya. Sehinggga, semakin orangtuanya mau belajar dan menambah wawasan, maka pola pikir dan kesadaran dalam mengasuh anak pun akan berkembang.

      Terima kasih sudah berkenan mampir.

      Hapus
    2. Desain blog Anda menarik, lebih bagus dari blog saya.

      Hapus
    3. Terima masih. Saya masih blogger baru, banyak yang lebih bagus dibanding blog saya. Punya kak Tikno keren banget blognya versi bahasa Inggris lho

      Hapus