Hubungan Reflektif Keluarga Kita, Untuk Mencintai Dengan Lebih Baik
Bagian tersulit menjadi orangtua adalah mengelola emosi dengan matang, selalu merespon pada hal yang dirasakan dan dibutuhkan anggota keluarga lain di saat tersebut” – Najeela Shihab
Mengikuti kelas Hubungan
Reflektif Keluarga kita mengajak saya untuk kembali menggali ilmu pengasuhan
yang telah didapat di masa lalu namun mulai tenggelam seiring berjalannya
waktu. Sejak kita menjadi orangtua, harapan kita yang utama adalah bagaimana
dapat membesarkan anak dengan baik sehingga dapat menjadi pribadi yang lebih
baik daari kita. Dengan menjaga kondisi keluarga kita untuk selalu harmonis
adalah salah satu langkah untuk mencapai cita-cita itu.
Keluarga harmonis. Apakah
merupakan sesuatu yang utopis? Tentu saja tidak, walau tentu pada praktiknya
kita harus bekerja keras. Kita dapat menjaga hubungan keluarga untuk selalu
harmonis, yaitu dengan melakukan interaksi penuh kasih sayang, cinta kasih,
saling menghormati dan menghargai antar anggota keluarga.
#HubunganReflektif dalam Keluarga
Kita dapat menjadi pintu untuk menciptakan keluarga harmonis, menumbuhkan anak
dan anggota keluarga yang bahagia.
Bagi saya pribadi, hal tersulit
dalam hubungan dengan anggota keluarga adalah berkomunikasi dan menghadapi
anak. Saat kita merespon sikap anak, maka respon kita itu akan membentuk
karakter anak. Jadi ada tanggung jawab maha besar menanti kita.
Pada artikel sebelumnya kita
sudah membahas mengenai 9 kontinum temperamen, dan dari materi tersebut membuat
saya kembali berkaca. Anak saya merupakan fotocopy-an saya! Nah lho… Dari
materi pengenalan temperamen saya kembali mengingat sesi konsultasi saya di
bulan Maret 2019. Saat itu saya melakukan Character
Mapping untuk lebih mengenal karakter anak saya, hasilnya adalah…. Sifat
bawaan anak saya ternyata didominasi dari sifat saya. Saguin-Koleris (saya) dan
Melankolis (bapaknya).
Karakteristik dari sifat itu
adalah sangat bersemangat, suka memimpin, detail, suka mengambil resiko, tidak
sabaran, keras kepala, dan ingin segalanya sempurna. It isn’t easy to raise this kind of child. Serius! Dan ini sudah di
wanti-wanti oleh konsultan kami saat itu. Saya pun mengamini hal tersebut.
Namun, jika kita bisa mendidik
dan mengarahkan anak dengan baik, maka anak kita bisa tumbuh menjadi pemimpin
yang mengayomi, komunikatif, pekerja keras, dan memiliki empati. Sounds awesome right?
Saat berkonflik dengan anak, saya
dituntut tetap waras. Salah satu caranya tentu dengan Komunikasi Efektif. Anak
saya tidak bisa diberi alasan yang asal-asalan. Alasan yang saya sampaikan
haruslah logis dan dapat diterima nalarnya. Itulah kenapa saya harus putar otak
mencari cara berkomunikasi.
Komunikasi efektif ini
mengedepankan Refeksi Pengalaman,
Menyatakan Observasi, Menunjukkan Empati, dan memnerikan Pilihan.
Berbanding terbalik dengan jenis komunikasi yang tidak efektif, yaitu bentuk
komunikasi dengan Nasihat, Interogasi,
Menolak.Mengalihkan Perasaan, dan Perintah.
Berikut ini adalah contohnya :
Terkadang, dalam bereaksi
terhadap anak, emosi negatif kita juga sering ikut terpancing dan menjadi rasa
marah. Di dalam Keluarga Kita, ada 5 tipe marah. Kita bisa berusaha untuk
mengenali, yang manakah yang merupakan emosi dominan kita?
- Perasaan marah karena murni rasa marah
- Perasaan marah karena rasa bersalah
- Perasaan marah karena ngga enakan
- Perasaan marah karena khawatir
- Perasaan marah karena ingin mendapat pengakuan
Emosi negatif adalah hal yang
wajar, namun pastikan untuk mengekspresikan perasaan itu dengan baik karena
anak akan meniru kita dalam mengekspresikan emosinya.
Emosi negatif yang tidak ditangani
atau disalurkan dengan baik akan menjadi ‘lingkaran negatif’ yang tak ada
habisnya. Akibatnya, emosi itu tidak terkendali dan akan berulang.
Untuk mencegahnya, kita harus
makin paham dengan kebutuhan diri, misalnya: kita mudah marah saat ngantuk.
Maka istirahatlah dengan cukup. Terkadang kita abai dengan kebutuhan kita,
padahal seorang ibu yang mengasuh anak harus dapat memelihara dan menjaga
dirinya dengan baik jika ingin keluarga, terutama anak terhindar dari emosi negatif.
Salah satu hal yang membuat
orangtua ketar-ketir dan was-was adalah ketika anak berkonflik dengan anak yang
lain. Saya ingat dengan salah satu rekan guru, beliau berkata bahwa memadamkan
konflik antar anak itu sebetulnya mudah, namun, konflik antar mama jauh lebih
rumit. Seringkali si anak sudah rukun, malah orangtuanya yang musuhan, bahkan
sampai puluhan purnama, hehe…
Jika kita tidak belajar tentang
Resolusi Konflik, maka bisa jadi kita akan menjadi orangtua yang bermusuhan
hanya karena hal sepele. Sungguh sia-sia ya jika kita hanya menuruti keangkuhan
dan ego. Untuk terhindar dari hal itu, maka kita memerlukan pemahaman mengenai
Resolusi Konflik. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu kita perhatikan
sebagai langkah untuk Resolusi Konflik :
1. BEREMPATI DAN MENAFSIRKAN
© Secara bergantian pihak yang berkonflik
menceritakan masalahnya dari sudut pandangnya tanpa interupsi
© Fokus pada inti permasalahan, bukan pada siapa
yang melakukannya
© Untuk konflik pada anak, orangtua dapat meminta
pihak-pihak yang berkonflik bergantian mengulang kembali cerita yang dipaparkan
oleh pihak lain agar anak dapat memahami dari sudut pandang yang berbeda
© Menyimpulkan fakta dan perasaan yang dialami
semua pihak
© Mendiskusikan alternatif dan pilihan solusi
© Mendiskusikan dampak dari alternatif dan pilihan solusi untuk tiap anak yang berkonflik
© Menyepakati dan mendokumentasikan pilihan solusi
© Refleksi bersama atas solusi tersebut seteah diterapkan dalam beberapa waktu tertentu
Jika berdiri sebagai penengah,
maka di sini orangtua dituntut untuk bersikap seadil mungkin agar tidak ada
pihak yang dirugikan. Hal ini juga dapat mencegah tuduhan keberpihakan. Jika
dapat berakhir sesuai dengan langkah-langkah tersebut, maka kita juga dapat
sekaligus mengajarkan anak tentang makna sportifitas. Sistem ini dapat
diterapkan dengan baik saat anak sudah mencapai kemampuan komunikasi yang baik,
yaitu di usia 3 tahun ke atas.
Saya pernah memiliki pengalaman
kurang baik saat anak berkonflik dengan anak yang belum memiliki kemampuan
komunikasi yang baik. Konfliknya adalah anak saya merasa terganggu karena si
anak kecil mendekatinya berkali-kali untuk mengajak bermain padahal anak saya
tidak mau. Si kecil belum memahami makna ‘ijin’ sehingga anak saya merasa
terancam dan memukul si anak kecil. Kebetulan ibu si anak kecil tadi cukup noisy dan kondisi saat itu sedang hectic sehingga tidak memungkinkan
resolusi konflik yang baik. Karena konflik tidak terselesaikan dengan baik,
timbul pemikiran negatif dari ibu si anak kecil yang kemudian berujung
penghakiman terhadap sikap anak saya. Yang saya sayangkan adalah, si ibu tidak
melakukan komplain langsung terhadap saya dan memilih menghakimi di ranah publik
dan memberikan pesan kepada ibu lain. Jika ditanya marah, tentu iya. Karena dia
berbicara buruk tentang anak saya dibelakang saya. Namun, hal itu juga
memberikan ruang pada saya untuk merefleksikan diri, bahwa se-hectic apapun kondisi yang ada saya
harus menyempatkan diri untuk meresolusi konflik anak, karena ternyata hal
sepele bisa menjadi konflik berkepanjangan.
The las but not least, interaksi antar anggota keluarga sangat penting dilakukan untuk menjaga kelekatan hubungan. Bermain bersama adalah cara yang efektif untuk membuat anggota keluarga lain merasa keberadaannya dihargai dan dianggap penting. Hal ini akan berdampak positif pada kualitas hubungan antar anggota keluarga.
Berikut ini adalah beberapa jenis permainan yang bisa dilakukan bersama :
- Floor time - Bermain sesuai agenda anak, orangtua mengikuti dan menghargai pilihan anak
- Rough and tumble - Permainan dengan kontak fisik, anak belajar mengendalikan tubuh dan mengatasi emosi intens
- Bercerita & membaca dengan berbagai bentuk
- Bermain peran dan pura-pura
- Tantangan fisik dan kompetisi
Bermain memudahkan anak untuk bekerja sama dan membangun kekuatan hubungan.
Demikian yang dapat saya bagikan
kali ini moms. Manis pahit dalam kehidupan pengasuhan pasti ada. Tugas kita
untuk selalu berdiri kokoh dan terus belajar. Semua ini semata-mata agar kita
dapat #MencintaiDenganLebihBaik. Semoga bermanfaat.
Salam Hangat,
sapamama
0 Komentar