Bulan ini Playdate Soloraya mengadakan Diskusi Online (DiskOn) dengan tema Menata Raga, Menata Jiwa - Happy Mommy, Happy Family. Terdapat dua kelas DiskOn yang dilaksanakan, yaitu pada hari Sabtu, 16 Mei 2020 dengan subtema Berbenah Rumah Secara Efektif bersama Gemar Rapi. Lalu pada hari Minggu, 17 Mei 2020 DiskOn dengan subtema Komunikasi Efektif Dalam Keluarga - Resep Anti Miskomunikasi bersama Rangkul (Relawan Keluarga Kita) kota Solo.

Kenapa kami mengambil tema seperti tersebut di atas? Karena sangat penting bagi kita, terutama ibu untuk dapat menata diri. Menata raga, di sini yang kita ambil adalah menata rumah, sebagai tempat kita tinggal dan melakukan aktivitas sehari-hari. Dan tentunya menata jiwa, karena untuk mencapai keseimbangan dan untuk dapat membersamai anak dengan baik, seorang ibu memerlukan kemampuan untuk menata jiwa, hati, diri sendiri. Dengan memenuhi kebutuhan dirinya, maka seorang ibu dapat berperan dengan lebih optimal.

Dalam kesempatan ini saya akan sedikit membagikan ilmu yang kami peroleh dalam kelas DiskOn ini. Kali ini kita bicara dulu tentang Berbenah Rumah Secara Efektif bersama Gemar Rapi. Narasumber kita adalah ibu Khoirun Nikmah, Co Founder Organisasi Gemar Rapi. Ohya, bagi yang belum kenal Gemari rapi siahkan mampir di akun instagramnya.

Berikut notulensinya ya DiskOn Berbenah Rumah Secara Efektif .

========================================================================

Menata Raga dan Menata Jiwa ini ada pada materi gemari madya #menatadiri. Pada metode Gemar Rapi, topik ini dibahas di awal-awal seusai kelas berbenah rumah. Tema diatas mengingatkan saya pada pepatah : Mens sana in corpore sano , yang artinya kurang lebih  : di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat. Jika dikaitkan dengan berbenah rumah, ini linier dengan istilah tubuh yang kuat. Karena proses berbenah bagi saya, bukan sekadar berbenah barang namun memiliki dampak besar dan luas terhadap pola hidup kita (memberikan pengaruh pada kesehatan dan kekuatan tubuh).

Misalnya :
Sebelum berbenah, mungkin kondisi rumah kita tak beraturan, barang-barang tak terdeteksi, ada sebagian kecil yang mungkin kita nggak ingat di mana dan milik siapa barang tsb.
Bicara per kategori, mungkin yang berukuran kecil-kecil juga berantakan atau terkadang saat kita butuh malah justru menghilang, lenyap seolah tak bisa ditemukan. Dst.
Bicara per area, mungkin dapur jadi momok di rumah. Atau kamar mandi, atau justru ruang kerja. Setiap orang berbeda-beda.
Hal tersebut akan menjadi sebab diri kita memiliki alasan-alasan untuk merasa berbenah itu percuma atau nggak penting atau menjadi sebab, justru butuh dengan konsep berbenah. Akibatnya, kita akan bergerak. Tinggal memilih, apakah mau berbenah atau justru tenggelam dengan kehidupan yang sudah ada. Bagi yang tergerak, biasanya ada impact. Paling mencolok adalah perubahan suasana rumah dan rasa.
Karena dalam literasi barat, arti kata home berbeda dengan house, maka saat kita membangun rumah, biasanya kita sebut dengan house. Seusai kita menghuninya, kita ubah definisi itu dengan kata 'home'. Home disini memiliki makna bukan sekadar tempat tinggal namun berarti tempat hidup (living space). Didalamnya ada manusia (yang didalam tubuhnya berisi jiwa, ruh, pikiran, perasaan, interaksi) dan barang-barang yang menjadi bagian dari kehidupannya.
Karena 5 indera kita dirangsang untuk tumbuh optimal, biasanya yang paling menonjol adalah yang paling sering terstimulasi. Menurut saya jika boleh saya urutkan adalah indera penglihatan, pengecapan (rasa), pendengaran, penghidu (membaui) dan merasakan bentuk (raba). Nah, karena mayoritas kita melihat, visual. Efek yang paling pertama dilihat adalah penglihatan tentunya. Jadi, suasan rumah yang berantakan, mampu melecut dan merangsang seluruh indera yang lain. Akibatnya, jika kita kurang nyaman, hormon stres akan terpacu. Inilah yang menjadi irisan antara tema kita siang ini. Hubungan menata rumah dengan menata raga dan jiwa. Jika stres harian akibat kondisi rumah yang kita huni tidak mampu direlease, akibatnya kesehatan tubuh kita lama-kelamaan akan terganggu juga.

Katakanlah area yang utama, di rumah kita, yang memproduksi asupan nutrisi, yakni dapur, berantakan. Bisa jadi pola yang dibentuk juga akan berimbas pada yang lain2. Ada pengalaman dari salah satu klien kami, dapurnya kacau, pengkonsumsi obat segala rupa. Seusai tuntas berbenah dan mencoba memperbaharui pola kebiasaan, kini alhamdulillah berangsur membaik kesehatan tubuhnya.
Dan bagi anak-anak, rumah yang berantakan ini memicu stress.
Ada beberapa anak dan remaja yang saya temui, sering nongkrong begadang di pos dekat rumah, bilang kalau enggak enak lama-lama berada di rumahnya. Nggak homey. Dan fitrahnya kita manusia, sama seperti semesta ini. Menyukai keteraturan. Bukankah Sang Pencipta juga mengaturnya demikian? Sehingga, jika saya simpulkan, saat kita keluar dari garis fitrah teratur (rapi) itu, bisa jadi hidup kita akan terasa kacau. 

========================================================================

Sebetulnya ada 16 pertanyaan yang diajukan oleh peserta DiskOn, namun saya hanya akan menuliskan beberapa pertanyaan saja. 

Pertanyaan 1:

Setelah membaca materi saya semakin bingung dengan apa yang harus saya lakukan untuk mulai berbenah ya?
Jawab :
Gpp mba, bingung merupakan awal dari pembelajaran. Bingung itu pertanda ada upaya untuk mengetahui lebih dalam. Untuk memulainya, bisa lihat di halaman 30 ya mba. Urutan awal sebelum menyentuh barang dimulai dg merenung. Apa yg selama ini menjadi ganjalan, kondisi rumah, harapan ke depan, motivasi, impian2. Setelah itu baru menentukan urutan berbenahnya, susun jadwal. Baru di langkah ke-4 kita mulai memilah (decluttering).
Sumber : DiskOn Bersama Gemar Rapi

Pertanyaan 2 :

Apakah decluttering harus dilakukan langsung semua? Bolehkan secara bertahap? Misal 1 hari 1 barang untuk di declutter.
Jawab :
Semuanya bertahap namun dalam rangka mencapai sekaligus. Maksudnya adalah, jika bunda di awal belum pernah melakukan decluttering besar2an, saatnya dibuat jadwal khusus dengan tenggat waktu yang tidak terlalu lama. Misalnya 3 bulan selesai. Namun pelaksanaannya fleksibel, buat timelinenya hingga batas waktu itu.
Saran kami, lakukan di waktu badan/fisik serta pikiran kita nyaman. Idealnya pagi hingga siang hari, dilakukan bersama-sama denga nanggota keluarga. Jangan melebihi durasi 5 jam, karena akan lelah dan kehilangan fokus. Banyak metode declutter. Bisa dibaca di buku Gemar Rapi. Misal yang 1 barang 1 hari itu seperti the mins game. Bisa dipilih mana yg paling sesuai.

Pertanyaan 3 :

Saya sudah coba menerapkan beberapa metode gemar rapi, tapi sepertinya belum tuntas. Barang-barang masih saja banyak, sedang tempat terbatas. Merasa cepat lelah ketika beres-beres, krna dikerjakan sndri saya ada balita juga. Barang-barang suka bertebaran dimana-mana. Jadi kadang merasa sia-sia yang dikerjakan. Ada saran tidak mbak, untuk mengatasi hal ini? Kelelahan saat proses dan memberikan pemahaman pada balita yg masih suka explore.
Jawab :
Lelah bisa jadi karena yang dikerjakan saat beres-beres kita kurang fokus dan durasinya terlalu lama. Sebaiknya dikerjakan berbenah total di awal bersama-sama seluruh anggota keluarga (tidak sendirian).
Adapun untuk balita, fase explore kita sediakan sarana. Jangan dihambat namun tetap selipkan nilai-nilai baik untuk anak supaya memahami kerapian sejak kecil. Bisa dengan permainan dsb. Intinya buat anak gembira, belajar hidup rapi tanpa mengintimidasi. Dengan perlahan-lahan kita berikan teladan dan arahkan.

Pertanyaan 4 :

Bagaimana kita bisa menerapkan gemar rapi tapi terkendala saya tinggal dengan ibu yang tidak mau membuang atau menyortir barang sudah tidak terpakai. Lalu apakah keadaan semrawut di rumah benar-benar menngganggu kesehatan emosional?
Jawab :
Gemar Rapi meyakini bahwa perubahan pola pikir itu butuh waktu, semakin usia bertambah maka polanya akan semakin rigid. Sulit ditembus apalagi posisinya orang tua. Kita sebagai anak, tetap utamakan adab. Hargai setiap keputusan orang tua. Karena prinsip di Gemar Rapi, menyortir barang dilakukan oleh pemilik barang, bukan orang lain.  Kita fokus ke diri sendiri dulu, sortir barang dan tata dengan rapi milik kita. Minimal dengan diri sendiri mau berubah, pikiran kita tetap akan waras. hehe.
Tanggapan :
Ini pertanyaan dari saya bu. Yang terakhir pertanyaan tapi sudah terjawab setelah membaca kembali materi diskusi hari ini. Mengenai ibu saya tadi, ini agak membuat saya serba salah karena saya tinggal dirumah ibu yang 70% adalah barang-barang beliau. Tapi sampai sekarang hampir sedikit sekali barang yang mau dibuang kalau sudah terpakai tetapi masih sering membeli barang baru.
Jawab :
Oh iya, ini berkaitan dengan pola konsumsi. Sebagian orangtua kita memiliki wiring, jika barang dilepas maka seolah-olah melepas separuh hidup, hehe. Sayangnya, pola itu terus naik dan terakumulasi dengan penambahan jumlah barang yang baru. Idealnya kita sebagai anak, perlu melakukan pendekatan secara personal (deket dulu dari hati ke hati) untuk mudah ngobrol terkait barang-barang di rumah.
Saya kurang tahu bagaimana karakter ibundanya mommy, tentu mommy sendiri yang tahu bagaimana cara menyentuh hati beliau.
Biasanya manusia bisa berubah jika ada sesuatu yang memiliki efek shock theraphy. Misalnya kekurangan uang, atau finansial menurun. Sekelas artis pun akan melakukan hal sama. yaitu mengeluarkan seluruh barang-barang yang sekiranya bisa dijual, hehe… Itu ekstrimnya. Namun, sekali lagi, mengubah pola pikir diri sendiri saja kita perlu perjuangan. Apalagi orang yang di luar kendali kita. Prinsip saya, fokus dengan apa yang bisa kita kendalikan. Jauh lebih membuat kita lebih ringan.

Pertanyaan 5 :

Anak saya sering sekali dibelikan mainan oleh kakek neneknya, masya Allah, namun kalau terus-terusan tentu mainan ini akan menumpuk dan malah jadi sarang kuman, bagaimana ya mengajarkan anak (balita) untuk declutter mainannya agar tidak merasa kehilangan dan jadi rewel?
Jawab :
Nah, ini permasalahan yang lumrah dihadapi ibu-ibu muda, hehehe.
Pertama, kita perlu melakukan upaya preventif. Yaitu bicara langsung dengan sopan (kalau bisa yang bicara ini mom/daddy ke orangtua masing-masing yang memberi) untuk menjelaskan perihal mainan yang sudah banyak dan melakukan lobby untuk mengalihkan ke hal yang lain, misalnya pemberiannya berupa uang cash (bisa dijelaskan lebih dalam, misal untuk biaya pendidikan anak kelak) atau makanan atau pengalaman (misal bermain di time zone).
Anak balita itu peniru yang andal, ia akan melakukan sesuatu jika pernah melihat yang dilakukan ortunya. Mencontohnya. Jadi, sebaiknya saat mommy melakukan kegiatan beres-beres, sebaiknya anak ikut dilibatkan juga. Untuk menanamkan agar anak tidak rewel, bisa sekali-sekali (jika corona sudah beres pandeminya ya) ajak anak ke panti asuhan, untuk mengasah rasa empati. Menjelaskannya langsung sambil memberikan santunan.
Tanggapan :
Nah ini, malah suka dibilang "Mainannya kok dikit banget, kasian nggak punya mainan" sama neneknya, padahal saya berusaha memilihkan mainan terbaik untuk anak.
Jawab :
Ini dijelaskan (dengan tetap mengutamakan adab) secara gamblang saja ke ortu mommy, jika program pendidikan melalu ialat stimulasi mainan itu sudah mommy susun. Bisa jd ortu memang belum memahami tujuan kita kenapa menyimpan mainan sedikit. Ada beberapa paper penelitian terkait mainan juga alasan kuat kenapa anak hanya membutuhkan mainan secukupnya, dan jika berlebih akan memiliki dampak wiring yang kurang bagus di masa depannya. tapi agak panjang jika dijelaskan di sini.

Pertanyaan 6:

Alhamdulilah untuk pakaian saya sudah sesuai dengan Gemar Rapi. Yang saya tanyakan tentang merapikan mainan. Di rumah ada area bermain anak dan jadi satu dengan ruang keluarga. Buku di rak buku, alat tulis ada di laci, dan mainan seperti lego, masak-masakan di box tersendiri sesuai jenisnya.
Seiring bertambahnya umur anak, dia suka main berbagai hal dalam satu waktu, kadang ingat membereskan kadang tidak. Di rumah ada ART, tapi jika dibereskan olehnya mainan malah menjadi kacau, tercampur sana sini dan itu membuat saya pusing.
Jika saya lakukan sendiri,ada kalanya saya capek,tambah kalau lihat berantakan atau dirapikan yang tidak sesuai rasanya jadi gemas, sampai berfikir untuk membuat ruangan bermain yang terpisah, jadi saat berantakan bisa langsung ditutup, tidak terlihat karena tidak di dalam ruang keluarga (pusat aktivitas di rumah). Atau harus bagaimana?
Dan ada satu box yng isinya mainan kecil2 yg tidak masuk kategori,ibaratnya campuran semakin lama semakin perlu tambah size boxnya. Mau di buang sayang, tapi saya lihat sudah jarang/tidak dimainkan, mau di donasikn sepertinya sudah tidak layak, baiknya bagaimana ya?
Jawab :
Terkait ART memang perlu diedukasi dulu, bisa jadi merapikan dengan cara mencampur seperti itu adalah wiringnya yang sudah terbentuk dari dulu sehingga merasa itu pekerjaan sudah benar. Sehingga perlu kita edukasi kembali dengan membicarakannya baik-baik. Kita contohkan dan pandu di awal. InsyaaAllah lama kelamaan akan terbiasa.
Adapun terkait penyimpanan, bisa didahului dg sortir rutin. Sekiranya mainan mana yg sudah tak digunakan lagi, langsung dipisahkan . Bisa dg menyediakan box khusus untuknya. Jangan lupa rutin untuk mengeceknya jika memang tidak layak, bisa dialihfungsikan atau berikan ke tukang rongsok/lembaga yg mampu mendaur ulang barang tsb. Kita tidak ingin menambah beban bumi dari proses berbenah ini, upayakan tak menjadi sampah yang terbuang ke landfill. Gemar Rapi menyusunnya dengan konsep 8r/8i.
Sumber : DiskOn Gemar Rapi

Pertanyaan 7 :

Adakah tips untuk merapikan isi kulkas?
Jawab :
Ini agak panjaaaaaang. Membahas kulkas ada materi khusus dan biasanya dikupas dalam sesi tersendiri. Intinya jangan sampai ada makanan/bahan makanan yang terbuang. Jika selama ini sering ada makanan yang terbuang atau sampai ngak jelas expirednya, sebaiknya buat perencanaan (food/meal preparation). Lakukan deep cleaning juga minimal sebulan sekali.

Pertanyaan 8 :

Terima kasih atas ilmu yang bermanfaat, jadi sadar merapikan barang lebih baik oleh pemiliknya. Saya mungkin jadi tidak mengandalkan ART, akan saya coba bebenah mainan/ruang keluarga sebelum tidur malam dan rutin biar terasa ringan, saya arasa pagi hari bangun melihat rapi akan bikin mood lebih bagus dan mencoba ikhlas mengeluarkan isi gudang. Untuk lembaga daur ulang sendiri, contohnya seperti apa? Dan bagimannya cara kita untuk menyerahkan barang-barang ke lembaga itu?
Jawab :
Bisa googling mom, ada bebrapa seperti waste4change di Tangerang. Di Indonesia memang kurang umum karena masih menganut linier economy, belum banyak pabrik daur ulang yang tersebar. Saran kami, tetap gunakan prinsip 8r/8i sebelum memutuskan utk menyalurkan untuk didaurulang. Karena daur ulang itu hanya ilusi (beberapa hari ini saya baca jurnal terkait ini, panjang ini ceritanya). Intinya, daur ulang pun bukan lah solusi yang sejati. Tetap atur pola konsumsi yg paling utama.

Demikian yang dapat kami bagikan moms. Semoga dapat mebjadi manfaat bagi mommies dan keluarga. Aamiin.



Salam Hangat,
sapamama

0 Komentar