“Suamiku tiap hari libur kerjaannya cuma tidur aja. Dia nggak mau bantuin aku ngurus anak-anak atau beresin rumah. Kalau udah gitu aku jadi juengkel banget mbak…”

”Mbak tahu ngga, suamiku itu baru mau membantu membereskan rumah kalau aku marah-marah.  Masak iya sih mbak aku harus nge-gass terus setiap hari. Aku kan nggak mau tensi darahku naik lagi!”

Itu adalah sebagian keluh kesah yang kerap dilontarkan beberapa sahabat. Saya menulis ini sudah atas izin sahabat saya ya, hehe… Lain mereka, lain juga dengan yang dirasakan salah seorang kerabat saya.

”Selama hamil sampai melahirkan aku terbantu banget dengan adanya suami mba. Saat aku bedrest dia yang ngurusin pekerjaan rumah. Benar-benar rejeki punya suami seperti dia.”

Kalau teman mama masuk kategori yang mana nih? Suami berpegang pada prinsip suami yang mencari nafkah, istri yang mengurusi urusan rumah dan anak, atau suami mau ikut andil dalam urusan rumah tangga dan anak?

 


Budaya Keluarga Yang Harus Dihentikan

Tidak bisa dipungkiri bahwa kita hidup di negara yang memiliki budaya patriarki yang masih kuat. Ada banyak teman mama yang memiliki pasangan seperti halnya sahabat saya di atas. Tak sedikit yang bertanya-tanya, apa sih yang mempengaruhi seorang pria sehingga tumbuh dengan pola patriarki yang kuat atau sebaliknya, justru lebih kolaboratif dalam kehidupan rumah tangga?

Ya. Pola asuh yang diberikan saat kecil tentunya sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang. Bagaimana orangtua memperlakukan kita dan apa yang mereka ajarkan akan membentuk suatu kebiasaan yang akan melekat sehingga membentuk karakter dan kepribadian.

Hal ini sedikit banyak juga merupakan pengaruh dari ada atau tidaknya sikap menghargai dan menghormati perempuan. Dalam suatu kelas parenting, beberapa peserta pernah bercerita bagaimana sikap ayah mereka memperlakukan ibu mereka tanpa respek. Anak yang melihat itu, walaupun tak menyukainya, namun dalam alam bawah sadar mereka dapat membawa memori tersebut sehingga hal yang berulang akan terjadi saat si anak hidup berumah tangga.


 

Mendidik Anak Menjadi Pribadi Yang Lebih Baik




Teman mama tentunya setuju bahwa setiap orangtua ingin anaknya menjadi pribadi yang lebih baik dibanding dirinya. Lalu, bagaimana cara kita dapat mendidik anak tumbuh menjadi pribadi yang menghargai dan menghormati orang lain, terutama pasangannya kelak? Dikutip dari laman TheAsian Parent Indonesia, ada 7 poin yang harus kita perhatikan, yaitu:

 1.Mengajarkan rasa hormat, kebaikan, dan belas kasih kepada semua orang

Bila teman mama sudah menanamkan hal ini pada anak kita, maka ia akan memahami bahwa segala bentuk kebajikan merupakan hak setiap orang tanpa memandang gender, status sosial, ras, maupun agama.

2.Memberikan si kecil contoh untuk menjadi pria yang positif dan menghargai wanita

Childern see, childern do. Berikan contoh nyata. Tentu akan lebih ideal jika suami kita yang memberikan contoh nyata, namun jika tidak memungkinkan, maka teman mama bisa memberikan contoh sikap yang ditunjukkan kakek, om, pemuka agama yang dekat dengan keluarga, ataupun guru.

3.Menciptakan lingkungan yang aman agar si kecil dapat mengekspresikan perasaannya

Menerima ekspresi anak apapun bentuknya merupakan pondasi awal bagi komunikasi yang sehat. Jadilah tempat anak meluapkan perasaannya, terutama saat terjadi luapan emosi negatif seperti saat ia sedang sedih, kecewa, marah, ataupun takut.

4.Menununjukkan padanya cara untuk menjadi teman yang peduli dan mendukung

Persahabatan adalah sesuatu yang penting bagi anak. Dengan menjadi sahabat anak kita, teman mama sekaligus dapat mengajarkan anak bagaimana menikmati kebersamaan dengan orang lain. Persahabatan tak selalu mulus, bisa saja si kecil mendapat perasaan tak suka, ada perbedaan pendapat, namun selalu ada cara untuk berkompromi dan kembali dekat. Hal ini akan menjadi pondasi awal hubungannya dengan orang lain, termasuk dengan pasangannya kelak.



5.Membangun sikap perhatian

Teman mama tentu setuju jika sosok pria sejati memiliki sisi yang perhatian. Mampu menjadi teman untuk berbagi cerita, menjadi sosok yang ada saat sahabatnya kesulitan, bahkan hal kecil seperti membantu membawakan barang belanjaan. Tak hanya anak laki-laki, anak perempuan juga harus memiliki dasar sikap yang perhatian.

6.Melibatkan dia dalam ketrampilan rumah tangga

Pekerjaan rumah tampak sepele namun tak pernah selesai. Sesungguhnya memasak, mencuci, menyetrika, menyapu, mengepel, dan lainnya dapat dilakukan oleh semua anggota keluarga. Teman mama dapat melibatkan si kecil mulai dari pekerjaan dasar sesuai dengan tumbuh kembangnya, contohnya saja mengelap tumpahan minumannya, menyiram tanaman, memasukkan baju kotornya ke keranjang, dan lain-lain.

7.Menyayangi dan menghormati anak

Hubungan romantis pertama anak kita adalah dengan kita, ibu dan ayahnya. Jangan ragu untuk mengekspresikan rasa sayang padanya. Say I love you setiap malam sambil mengecup kening si kecil, peluk anak setiap ia membutuhkannya, dan tentunya jangan lupa untuk menghormati pilihan anak kita ya. Dalam pernikahan pun dibutuhkan rasa saling menghormati, kan…


 

Pentingnya Validasi Emosi dan Komunikasi Dalam Keluarga

Masih ingat kan dengan cerita yang saya tuliskan di awal artikel?

Ada sahabat saya yang suaminya enggan membantu pekerjaan rumah dan harus marah-marah dulu dulu untuk mendapat bantuan suami.

Kenapa suami bisa bersikap seperti itu ya?

Selain karena pengaruh pola pengasuhan saat kecil, hal itu terjadi karena cara komunikasi yang tidak efektif.


Ada beberapa langkah yang harus teman mama ambil agar seluruh anggota keluarga, terutama suami, dapat lebih kooperatif dalam membantu pekerjaan rumah tangga.

 

1.Validasi Emosi Diri Kita

Sebelum teman mama menvalidasi perasaan anak, ada baiknya teman mama berlatih dengan menvalidasi emosi diri sendiri terlebih dahulu. Teman mama dapat menyebutnya sebagai validasi perasaan, yaitu memberitahu diri sendiri tentang apa yang sedang dirasakan, mau menerima emosi itu dan memahami bahwa emosi itu wajar terjadi. Contohnya saja saat sahabat saya merasa suaminya tak acuh terhadap pekerjaan rumah dan memilih tidur di hari libur. Untuk mengurangi beban emosi dan mencegah ledakan emosi, alih-alih memendam perasaan, teman mama dapat melakukan validasi emosi seperti berikut ini:

“Aku merasa kecewa dan marah dengan sikap suamiku yang hanya tiduran terus seharian padahal sedang libur”




Berikan jeda sejenak pada tubuh dan perasaan teman mama. Tenangkan diri dengan berbaring atau duduk dengan mengatur nafas.

 

Jika ada kesempatan, ada baiknya teman mama memenuhi kebutuhan diri. Misalnya saja teman mama lebih mudah tersulut emosi negatifnya saat lapar, maka teman mama sebaiknya makan dulu. Perut kenyang, hati senang, emosi negatif hilang, hehe…

 

Jika teman mama mudah marah saat kurang istirahat, maka teman mama dapat beristirahat terlebih dahulu. Tidur sejenak, hanya 20-30 menit asalkan berkualitas sudah cukup untuk mengisi daya tubuh kita.

 

Jika teman mama sudah berhasil melaluinya, maka teman mama bisa melanjutkan ke langkah berikutnya.

 

2. Bangun Komunikasi Efektif

Apakah teman mama setuju bahwa marah-marah sangat menguras energi baik fisik maupun pikiran. Marah-marah juga tidak efektif jika dilakukan terus menerus. Suami dan anak bisa kebal dan justru menghilangkan respek kepada ibu. Oleh karena itu, teman mama dapat mencoba menggunakan teknik komunikasi, biasa disebut dengan komunikasi asertif.

Rumusnya:

-          Ungkapkan perasaan yang dirasakan, lalu jelaskan hal apa saja yang tidak disukai

-          Katakan perilaku apa yang teman mama harapkan dari suami atau anak

 

Dalam suatu kelas parenting bersama ibu Ranita Widyawati, M.Psi, Psikolog yang menaungi PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) Kota Surakarta, rumus komunikasi asertif ini pakem, tidak bisa ditawar. Kalau sampai ada yang kurang atau terbalik maka hasilnya tidak akan efektif. Selain itu usahakan mencari suasana yang mendukung dan mood  dalam kondisi baik saat akan mempraktekkannya.

Contoh kasus masih sama ya, saat hari libur suami lebih memilih tidur dibanding membantu pekerjaan rumah tangga. Maka teman mama dapat mengatakan:

“Aku capek pak, aku sedih kalau setiap hari libur kamu malah tidur seharian. Aku itu pengennya kamu ikut membantu aku merapikan rumah dan menjaga anak-anak”

 


Kunci penting dalam suksesnya teknik komunikasi efektif ini adalah sering-seringlah latihan. Selalu gunakan rumus ini saat berkomunikasi dengan suami dan anak. Awalnya pasti merasa janggal dan itu wajar. Saya juga begitu kok. Tapi lama-lama teman mama akan terbiasa, bahkan tanpa sadar kalimat seperti itu akan meluncur dengan sendirinya saat sudah terbiasa.

 

Jelas akan butuh perjuangan mengajak suami melakukan komunikasi asertif. Tapi minimal suami akan lebih memahami teman mama. Dan yang paling mengejutkan, biasanya, justru anak kitalah yang akan lebih dulu menguasai teknik ini dalam berkomunikasi lho… Terpapar komunikasi asertif secara terus menurus jelas akan baik bagi kemampuan komunikasi anak kita. What a beautiful surprise.

 

3. Buat Kesepakatan

Saat teman mama sudah memahami perasaan sendiri dan mampu menyampaikan perasaan dan pikiran dengan teknik komunikasi efektif, maka teman mama bisa melangkah ke babak berikutnya, yaitu membuat kesepakatan bersama tentang aturan di rumah. Mulai saja secara bertahap. Dalam kasus sebelumnya dapat disimpulkan bahwa yang paling teman mama harapkan adalah suami ikut berperan dalam kegiatan rumah tangga. Maka buatlah daftar kemungkinan, contohnya:

Weekday: Pulang kerja ayah bisa mandi, makan malam, dan istirahat, setelah itu sempatkan main bersama anak.

Weekend: Bangun pagi, membantu membersihkan kebun dan menemani anak bermain.

 

Jika suami sepakat dan dapat konsisten dalam menjalaninya (setidaknya 3 bulan masa percobaan dan selalu ada review bulanan), maka teman mama dapat memperbaharui kesepakatan. Siapa tahu ada kemungkinana rencana aktivitas tambahan yang bisa dilakukan dan diinginkan oleh suami.

 


Libatkan anak saat membuat kesepakatan dan letakkan tulisan kesepakatan itu ditempat yang dapat dijangkau semua anggota keluarga agar dapat saling mengingatkan. Jika anak sudah cukup besar teman mama dapat memberikan tugas harian rutin seperti merapikan kamar, menyapu lantai rumah, membantu mencuci piring, dan sebagainya.

 


Bagaimana Bisa Anak Laki-Laki Menjadi Sosok Pria Gentleman Yang Perhatian dan Penyayang?


Jika teman mama sudah membaca materi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa saat kita mendidik anak menggunakan 7 poin yang dapat mengajarkan anak untuk menghargai dan menghormati orang lain serta poin validasi emosi dan komunikasi efektif, maka setidaknya hal itu dapat menjadi modal awal anak kita tumbuh menjadi pribadi yang baik dan penuh kasih sayang.

 

Kunci utama tentu ada pada diri orangtuanya. Orangtua yang mampu memberikan contoh nyata. Anak akan  mempraktikkan apa yang ia lihat. Oleh karena itu, ketika orangtuanya sudah memiliki kemampuan dalam memanajemen emosi, melakukan validasi perasaan, dan berkomunikasi secara efektif, anak akan mencopy paste sikap-sikap itu dalam keseharian yang kelak akan membentuk kebiasaan dan melekat pada dirinya dalam bentuk karakter. Apa sih yang kita harapkan? Anak yang bijak dan selalu bersikap penuh kebajikan kepada siapapun, tanpa memandang gender, status, maupun golongan.



Siapa sangka hal yang nampaknya biasa saja ternyata dapat sangat berpengaruh besar pada kualitas hidup anak kita. Saat anak kita menjadi pribadi handal, entah itu permasalahan dalam kehidupan sosialnya maupun kehidupan rumah tangga tentu akan dapat dilaluinya.

 

Perjalanan kita sebagai orangtua akan selalu dipenuhi tantangan. Mari saling berbagi dan mengingatkan. Jika teman mama suka menulis tips tentang keluarga dan pengasuhan, teman mama bisa ikutan #TAPLombaCeritaParents oleh #TheAsianParentIndonesia.



Salam Hangat,

sapamama

 



Note:
All images from www.unsplash.com

16 Komentar

  1. Balasan
    1. Sama-sama mam. Terima kasih sudah berkenan mampir. Semoga bermanfaat.

      Hapus
  2. Suamiku bgt tuh 🙈🙈. Dulu awal2 suka emosi krn suami tipikal patriarki bgt. Maunya diladeni dan ga mau bantu kerja domestik. Padahal di rumahku, kerjaan domestik tuh dikerjain bareng oleh bapakku, ibu & kami anak2nya. Ngasi pengertian ke suami beneran lama bgt deh. Utg skg udah pinter dia. Malah skg kalau ditinggal berdua ama anak udah pinter urus rumah sndr. Lah aku malah curhat yak. Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudah berbagi mam.... Aku malah seneng kalau ada yg curhat. Ada beberapa yg wapri juga. Jadi terharu. Banyak temennya mam... Tp syukurlah sekarang suami sudah tangkas menangani kerjaan domestik ya mam...

      Hapus
  3. Pas banget sharingnya mba saya kebtulan punya anak laki2 dan memang bnar orang tua menjadi contoh buat anak laki2 agar bisa memanage emosinyaa..mkasih tulisannya sangat bermnfaat sekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulilah jika bermanfaat mam. Terima kasih sudah berkenan mampir

      Hapus
  4. Anakku usia 8 tahun sudah mulai mau bantu cuci piring, minimal dia yg taro piring,gelas, sendok ke tempatnya. Itu pun inisiatif dia sendiri mau bantu, aku cuma arahin aj dan kasih tahu kalau anak cowok harus bisa ngerjain kerjaan rumah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, luar biasa. Kemampuan life skillnya sudah terasah ya mam...

      Hapus
  5. Point banget y mba klo Hal ini
    Memberikan si kecil contoh untuk menjadi pria yang positif dan menghargai perempuan nti jd k ibunya hormat bnget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mam, harapannya kan kelak anak kita bisa menjadi pria yang sayang kepada keluarga dan bisa diandalkan

      Hapus
  6. Dua anakku laki2 semua mba.. lagi fase remaja..susah banget dibilang in.. jawab terus maunya.. Iyah bener banget mba. Orang tua harus jadi contoh yang baik.. Sekarang saya juga mulai memanage emosi agar anak juga bisa mencontoh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat ya mba, kalau sudah usia remaja pasti lebih menantang. Ada sumbangsih faktor perubahan hormon juga.

      Hapus
  7. Terima kasih tips-tips nya, mama.. pas banget nih diterapkan dalam keluarga kami..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkenan mampir

      Hapus
  8. Wah makasih banget mbak tips nya, berguna banget utuk panduan tambahan mendidik anak cowok.

    BalasHapus