Pernahkah mommies memiliki benda kesayangan? Suatu barang yang kemanapun kita berada selalu ada untuk mendampingi. Jika iya, mungkin mommies seperti kedua sepupu saya ini.

Jadi saya memiliki dua orang sepupu. Mereka memiliki benda kesayangannya masing-masing. Sepupu A memiliki boneka macan kecil yang selalu di bawa kemanapun ia pergi. Sepupu B memiliki sebuah guling kesayangan yang sudah dimiliki sejak ia bayi dan selalu di bawa kemanapun hingga SD. Saking sayangnya mereka dengan benda-benda itu, bahkan hanya untuk dicuci saja seringkali mereka tidak mempebolehkannya. Keadaan ini berlangsung hingga para sepupu saya ini berusia sekitar 10-12 tahun.

Sikap ini merupakan suatu bentuk ketergantungan pada sebuah objek. American Academy of Pediatrics menuturkan bahwa objek ini merupakan objek transisi karena objek tersebut dapat membantu anak dalam proses transisi emosional dari ketergantungan ke sikap mandiri. Hal ini dikarenakan ketika anak bersama-sama dengan objek tersebut anak mendapatkan rasa nyaman selayaknya ketika anak bersama dengan pengasuh utama mereka.

Apa yang terjaadi pada sepupu saya tersebut mungkin mirip dengan apa yang terjadi pada Trixie, seorang gadis kecil yang memiliki boneka kelinci kesayangan bernama Knuffle Bunny. Knuffle Bunny merupakan buku cerita bergambar untuk anak-anak. Ada tiga buku dalam seri ini yang terdiri dari Knuffle Bunny, Knuffle Bunny Free, dan Knuffle Bunny Too. Serial ini merupakan karya Mo Willems yang diterbitkan pada tahun 2004 dan meraih penghargaan Caldecot Honor Winner untuk Knuffle Bunny & Knuffle Bunny Too.

Cerita ini dibuka dengan perjalanan Trixie dan orangtuanya dari Amerika ke Belanda untuk mengunjungi Oma dan Opa. Trixie juga membawa serta boneka Knuffle Bunny kesayangannya. Perjalanan ke Belanda ternyata cukup jauh. Dari rumah Trixie harus menaiki taksi untuk menuju stasiun dan menaiki kereta api. Setelah itu, Trixie masih harus ke bandara untuk melanjutkan perjalanan menggunakan pesawat terbang. Trixie sangat menikmati perjalanannya, apalagi ada boneka kesayangannya yang menemani.

Trixie senang sekali saat tiba di Belanda. Dia sangat senang saat bertemu dengan Oma dan Opanya. Di rumah Oma, Trixie bersantai, ikut mengobrol dengan keluarga dan menikmati minuman buatan Oma. Namun ada sesuatu yang mengganjal. Trixie berpikir keras, "Apa yang salah ya...".

Ternyata Knuffle Bunny hilang!


Awalnya Trixie ragu, namun akhirnya Trixie membicarakan hal itu pada orangtuanya. Ayah Trixie segera menelpon maskapai penerbangan. Namun ternyata pesawat yang dinaiki Trixie sudah terbang menuju Tiongkok. Tiongkok adalah negeri yang sangat jauh. Trixie sangat sedih.

Trixie menjadi kehilangan semangat. Dia sama sekali tidak menikmati kunjungan ke rumah Oma dan Opa di Belanda. Berada di rumah yang asing tanpa Knuffle Bunny terasa sangat berat. Trixie merindukan rumahnya.

Tak ingin melihat cucunya sedih, Oma dan Opa mempersiapkan kejutan untuk Trixie. Kejutan apa yang mereka siapkan? Sebuah boneka keinci paling canggih. Namun ternyata Trixie tidak menyukainya. Trixie marah dan segera masuk ke kamarnya dan tertidur.

Dalam mimpinya, Trixie melihat Knuffle Bunny Dia menjelajahi berbagai negara, ada Tiongkok, Spanyol, India, dan lainnya.  Knuffle Bunny nampak gembira bermain dengan anak-anak di seluruh penjuru dunia.


Keesokan paginya, Trixie merasa jauh lebih baik. Kini Trixie menikmati liburannya di Belanda. Dia bermain bersama Oma, Opa, dan kedua orangtuanya. Tak terasa waktu liburan sudah berakhir. Trixie harus kembali pulang ke rumahnya. Trixie melakukan perjalanan menggunakan pesawat untuk kembali pulang. Trixie duduk di kursi pesawat saat ia melihat sesuatu di kursi depan. Apakah itu?

Knuffle Bunny!

Trixie sangat bahagia bisa kembali bertemu dengan Knuffle Bunny. Namun di tengah perjalanan ada seorang bayi yang menangis dengan kencang. Ibu bayi itu kesulitan menghentikan tangisannya. Trixie memandang Knuffe Bunny, lalu dia menyerahkan Knuffle Bunny pada bayi itu.


Orangtua Trixie, ibu si bayi dan bayi itu keheranan. Mereka semua memastikan apakah benar Trixie akan memberikan boneka itu pada adik bayi. Dengan penuh percaya diri Trixie menjawab, "YA".

Bayi kecil itu berhenti menangis, ibu si bayi merasa lega, begitu juga dengan penumpang lainnya. Dan tentunya orangtua Trixie merasa bangga dengan sikap anak mereka.

Namun, cerita tak berhenti sampai di sana. Masih ada lanjutannya lho... Mau tahu lanjutannya? Silahkan membaca sendiri buku tersebut ya moms. Buku bisa diperoleh di online marketplace, kalau anda berdomisili di Soloraya, silahkan berkunjung ke Perpustakaan Ganesa untuk meminjamnya atau membacanya di sana.


Berbagi merupakan hal yang sangat menantang bagi anak-anak. Apalagi jika harus berbagi dengan barang-barang atau hal yang disukainya. Apa yang dilakukan Trixie merupakan bentuk kesadaran untuk memberi dan melepaskan hal yang dia sayangi tanpa perlu diminta. Hal ini merupakan hal besar terutama jika dilihat dari segi sosial emosional anak. Namun bukan tidak mungkin untuk bisa diajarkan kepada anak kita. Kenapa? Karena anak memiliki empati yang tinggi dan perasaan yang tulus. Syaratnya satu. Kita harus konsisten dalam mengajarkan anak untuk berbagi dan memahami sikap empati.

Empati yang sudah ada di dalam diri anak jika di asah dengan baik akan menghasilkan bentuk sikap positif yang akan membantunya di masa yang akan depan. Kita yang merupakan manusia dewasa saja masih sering berkendala dalam berempati, apalagi ikhlas. Padaha dari rasa khlas ini kita bisa mendapatkan banyak dampak positif, diantaranya :
1. Mendekatkan diri kepada Tuhan YME
2. Membantu dalam proses beribadah
3. Memiliki kelapangan hati
4. Membantu menjadi manusia yang sabar
5. Meraih ketenangan hati

Ternyata sedalam itu ya moms dahsyadnya berbagi dan ikhlas. Selain ikhlas dalam memberi, sebagai manusia juga sebaiknya kita memahami konsep ikhlas dalam menerima. Sejak kecil kita diajarkan dan dilatih tentang keutamaan memberi dan kita sering gagap ketika kita daam posisi menerima. Dalam menerima tak luput dari perlunya keikhlasan hati dan syukur nikmat. Apapun yang kita terima merupakan bagian dari nikmat Tuhan untuk kita, betul?


Salam hangat,
sapamama

4 Komentar

  1. Jadi ingat anak tetangga yang ngga bisa tidur tanpa dot-nya sampai dia SMA. Laki-laki padahal. Masalah muncul waktu dia harus ikut persami. Wkwkwk.. Hmm, kayaknya dia harus baca buku ini. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau sudah sampai usia remaja masih tergantung dg dot aoa tidak sebaiknya konseling dg psikolog aja mba? Sepertinya perlu bantuan pakar

      Hapus
  2. cocok buat anak2 untuk dibacakan atau didongengkan malam hari sebelum tidur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mom,bisa untuk materi diskusi juga. Untuk anak yg suka desain ilustrasi juga bisa jadi referensi

      Hapus