Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas tentang gerakan terbaru generasi muda Indonesia dalam dunia literasi melalui Literacy Talks, silahkan follow akun instagramnya di @literacytalks ya...

Apa itu?
Literacy Talks adalah gerakan literasi berupa dialog dalam jaringan yang terselip di sela rutinitas keseharian.

Di mana?
Literacy Talks membuka ruang dialog melalui aplikasi perpesanan WhatsApp. Selain memiliki banyak pengguna di Indonesia, WhatsApp memiliki fitur obrolan dalam grup memungkinkan materi  dibagikan melalui beragam format dan terjalinnya komunikasi dua arah. Menyadari kemungkinan tertimbunnya materi yang disampaikan narasumber oleh kiriman pesan yang tidak relevan terhadap topik, Literacy Talks menerapkan prosedur tertentu yang akan disampaikan setiap volume dimulai.

Siapa?
Teknologi informasi berevolusi, manusia berupaya terus menerus memaknai. Setiap volume Literacy Talks akan mengangkat isu literasi terkini bersama narasumber yang mencintai bidang keahliannya.

Kapan?
Setiap volume Literacy Talks dijadwalkan memiliki jeda waktu satu bulan. Pemilihan topik merupakan respon terhadap fenomena aktual seputar literasi yang terjadi di masyarakat Indonesia.

Kenapa?
Setiap orang punya cerita tentang literasi. Mulai dari Ibu yang membaca satu bab buku ketika anaknya tertidur, hingga remaja yang memaknai estetika melalui layar ponsel pintarnya. Literacy Talks menciptakan dialog literasi hari ini tanpa batasan ruang.

Bagaimana?
Registrasi tiap volume Literacy Talks akan dibuka sepekan sebelum program dimulai berikut pengumuman mengenai persyaratan partisipasi yang disesuaikan dengan topik yang diangkat. Tujuannya tidak lain adalah terciptanya dialog yang bermakna.


Yuk, kita mulai pembahasan materi pertama.

Sharenting: Definisi dan Risiko
Praktik yang dilakukan oleh orang tua dalam memublikasikan informasi privat mengenai anak mereka di media sosial selanjutnya dikenal dengan istilah sharenting. Beragam penelitian menyebutkan bahwa sharenting hadir atas kebutuhan orang tua untuk bergabung dalam komunitasnya, memperoleh dukungan dalam bentuk likes dan komentar positif dari warganet, dan keinginan mereka untuk mendokumentasikan tumbuh kembang anak secara digital.

Sharenting menjadi wujud perayaan orang tua atas kehidupan anak mereka, namun terdapat risiko yang hadir dari dipublikasikannya informasi privat anak di media sosial, antara lain:

− Digital kidnapping, pencurian data digital seperti foto dan video untuk berbagai kepentingan, misalnya digunakan dalam akun jual-beli anak yang sempat marak beberapa waktu lalu.
− Ancaman keselamatan di dunia nyata, seperti penculikan, karena orang tua sering kali membagikan informasi seputar lokasi keberadaan anak dan aktivitas kesehariannya. Melalui foto yang memperlihatkan seragam sekolah yang anak pakai, pihak asing pun dapat memperoleh informasi mengenai di mana sekolah anak dan tentu saja berpotensi untuk memunculkan tindak kejahatan.
− Terpapar pada kaum pedofilia dalam jaringan. Lebih lengkapnya dapat dilihat melalui tautan ini.
− Pengumpulan data yang dilakukan oleh perusahaan media sosial untuk kepentingan pengiklan.
− Penipuan berbasis perbankan di kemudian hari ketika nama lengkap dan tanggal lahir anak tersebarluas di media sosial. Hal ini diungkapkan oleh Barclays kepada BBC, dalam tautanberikut ini.
− Anak sebagai pihak pemilik informasi tidak berkenan atas jejak digital yang diciptakan oleh orang tua tanpa persetujuannya. Silahkan cek tautan ini.

Risiko ini patut untuk diketahui dan direnungkan karena perlindungan privasi anak di media sosial merupakan tanggung jawab orang tua. Sering kali, bahkan orang tua membuatkan akun media sosial khusus atas nama anak mereka, padahal berdasarkan kebijakan privasi Instagram, seseorang dapat memiliki akun dengan batas usia minimal 13 tahun dan tidak diperkenankan untuk membuat akun atas nama orang lain atas seizin pihak yang bersangkutan (artinya orang tua tidak dapat membuatkan akun untuk anaknya karena ketiadaan consent).

Langkah Mudah dalam Melindungi Privasi Anak di Instagram
− Tidak membagikan foto ketelanjangan anak (baik keseluruhan, maupun sebagian) karena selain dapat berisiko disalahgunakan oleh pihak lain, seperti kaum pedofilia, juga melanggar Panduan Komunitas Instagram.
− Hal yang juga tidak perlu dilakukan orang tua adalah menandai lokasi keberadaan anak dan informasi detail mengenai aktivitas anak (seperti foto anak mengenakan seragam sekolahnya) dalam foto atau video yang diunggah di media sosial karena dapat mengancam keselamatan anak dan orang tua.
− Informasi lain yang perlu dijaga kerahasiaannya dari warganet adalah nama lengkap dan tanggal lahir anak karena rentan untuk disalahgunakan untuk tindakan penipuan.
− Orang tua juga dapat melindungi informasi privat anak dengan mengatur visibilitas profil Instagram, namun tetap tidak menutup kemungkinan terjadinya penyalahgunaan data oleh pengikutnya. Dalam hal ini, orang tua perlu berhati-hati terhadap siapa saja pengikut mereka di Instagram, diikuti oleh akun online shop misalnya, tidak menjamin bahwa pemilik akun tersebut adalah pihak yang dapat dipercaya.
− Mengunggah foto atau video di Instagram Story bukan berarti keamanan informasi privat anak terjamin karena pengikut dapat melakukan screenshot. Sebaiknya, pikirkankembali konten yang akan diunggah di media
sosial dan siapa saja yang dapat melihatnya.
− Orang tua pun dapat mengatur komentar yang diberikan pengikut untuk menghindari terjadinya cyberbullying yang ditujukan kepada anak. Pengaturan ini dapat dilakukan oleh pengguna Instagram sebagai berikut Settings à Comment Controls
− Selain itu, penting pula untuk menghargai pilihan anak ketika dirinya tidak berkenan fotonya diunggah ke media sosial. Hal ini dapat dilakukan ketika anak telah dapat ditanyai kehendaknya dan memahami konsep media sosial. Apakah dirinya berkenan untuk difoto dan berkenan pula jika foto dirinya dilihat oleh orang lain.

Ternyata banyak poin yang harus kita perhatikan untuk melindungi si kecil dari dunia maya ya. Semoga dengan kita menjadi lebih berhati-hati dan waspada sehingga dapat mencegah ha-hal yang tidak kita inginkan terjadi pada keluarga kita.

pada kesempatan selanjutnya, saya akan berbagi mengenai diskusi seputar Melindungi Anak di Media Sosial. sampai jumpa.

salam hangat,
sapamama











6 Komentar

  1. Anak saya, 8 tahun, sdh mulai bisa menyatakan keberatannya ketika dia tidak ingin fotonya saya upload di sosial media.

    Jadi memang saya tdk lagi sebebas dulu mengupload foto anak. Seperti ketika mereka kecil dulu. Sekarang saya harus mnta persetujuan mereka dulu saat akan memasang foto mereka di internet

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di usia itu anak sudah semakin pintar ya mom. Yang patut di waspadai memang ketika anak masih bayi atau balita karena mereka belum paham apa itu media sosial.
      Sedikit berbagi kisah ya mom, hingga usia anak saya 2th, saya sering sekali mengunggah foto anak saya di media sosial dengan segala aktivitasaktivitasnya ,lalu suatu hari saya bertemu seseorang yang menjadi fans berat anak saya dan minta foto bersama, bahkan dia menyimpan foto anak saya. Saya bersyukur beliau orang baik, dan sejak itu saya berpikir ulang jika ingin mengunggah foto anak.
      Semoga keluarga kita selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa

      Hapus
  2. Dulu pernah bagiin foto anak pas mandi (he was 3 or 4 mo) cuma memang alat vitalnya tetep ditutupin sih. Trus semenjak sering baca2 tulisan semacam ini, jadi lebih aware kalau mau share foto anak 😁 Akta pun udah dibikinin IG tapi emang aku gak boleh detail info dishare di sana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Been there done that mom Ana... Kalau aku, akhirnya foto-foto aku amankan (arsipkan), dan aku pribadi tidak membuatkan akun ig karena aturan dr ig menyebutkan bahwa usia minimal untuk membuat akun adalah usia 13th. Jadi aku santai dan sabar ajalah hingga saatnya nanti tiba (mungkin sudah bukan jamannya ig lagi yah, hihihi...)

      Hapus